dr Lie A. Dharmawan (int) |
Hampir setiap saat terdengar kabar ada pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan medis, namun mendapatkan penolakan dari pihak rumah sakit hanya karena tidak memiliki sejumlah uang untuk membayar jasa dan biaya pengobatan. Pasien dibiarkan terlantar, media berita mengambil alih situasi dengan menerbitkan berita-berita tentang pasien yang mendapatkan penolakan, dimana media menjadikan si pasien sebagai objek karena melihat sisi manusianya, namun negeri dan pihak rumah sakit tidak mau tahu itu. Intinya kalau punya biaya pasien akan mendapatkan perawatan.
Biaya kesehatan itu mahal, untuk mendapatkan alat kesehatan dan obat-obatannya serta tenaga ahli kesehatan semua butuh biaya alias uang. Mungkin seperti itulah bahasa yang selalu ingin dikeluarkan pihak rumah sakit saat menolak dan menelantarkan pasien-pasien miskin. Maka tepatlah jika sering muncul kata "ORANG MISKIN DILARANG SAKIT".
Beberapa bulan lalu warga negara Indonesia, miskin ataupun kaya sedikit bisa bernapas dan merasakan benar-benar hidupnya dilindungi oleh Negara yang memang seharusnya berkewajiban melindungi mereka. Khususnya warga miskin, program Jaminan Kesehatan Daerah yang dicanamkan waktu itu oleh Pemerintah membuat warga miskin tak ada ketakutan dan keraguan saat melangkahkan kaki ke tempat-tempat pelayanan kesehatan.
Bagi warga miskin termasuk keluarga sejahtera, jika membutuhkan pelayanan kesehatan cukup menujukkan bukti administrasi kependudukannya seperti Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), maka layanan kesehatan yang dibutuhkan bisa langsung didapatkan. Namun, saat ini kegelisahan orang-orang miskin menjadi hantu yang menakutkan dimana pelayanan kesehatan tidak seindah dan semuda dulu lagi, semua harus mengikuti aturan yang tentunya wajib memiliki uang jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan.
Program Jaminan Kesehatan berupa BPJS, dianggap masyarakat sebagai program kesehatan yang menakutkan dimana program ini telah mempersulit warga karena harus membayar iuaran perbulannya. Warga miskin yang sakit semakin sakit dan hanya bisa menunggu ajal menjemputnya agar bisa cepat bebas dari jeratan penyakit yang mereka derita.
Pelayanan Kesehatan Gratis
dr. Lie Dharmawan mendata dan memberikan pelayanan gratis. int |
Pendidiri doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli)dr. Lie Dharmawan merupakan seorang dokter ahli bedah di Indonesia dan pendiri rumah sakit apung (floating hospital) swasta pertama di Indonesia, dibawah Yayasan doctorSHARE, Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan memberikan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat di daerah miskin dan terpencil di Indonesia yang tidak terjangkau oleh pelayanan kesehatan secara reguler khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Sejarah dokterSharePada tanggal 26 Maret 2009 doctorSHARE melakukan pelayanan medis cuma-cuma di Langgur, Kei Kecil – Maluku Tenggara. Saat melangsungkan bedah, di luar rencana datang seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 9 tahun dalam keadaan usus terjepit. Mereka telah berlayar selama tiga hari dua malam mengarungi lautan. Menurut teori medis, seseorang dengan usus terjepit harus sudah dioperasi dalam 6-8 jam. Anak perempuan tersebut dioperasi dan akhirnya sembuh.
Sejak peristiwa itu, dr. Lie Dharmawan sudah merasa tidak nyaman, dan selalu dihantui oleh gadis kecil yang berhasil dia operasi. Dan akhirnya dr. Lie Dharmawan terpanggil melakukan sesuatu bagi mereka yang tidak mendapatkan pelayanan medis sebagaimana mestinya karena kendala geografis dan kondisi finansial.
Ide DokterMelalui Rumah Sakit Bergerak atau Rumah Sakit Terapung (Rumah Sakit Apung) di atas sebuah kapal, menjadi ide utamanya yang disebut “menjemput bola”. Banyak warga pra sejahtera belum mendapatkan pelayanan medis memadai, juga menjadi salah satu alasan dr Lie Darmawan terpanggil melakukan aksi kemanusiaan ini.
Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan (int) |
Informasi terakhir, dalam memberikan layanan kesehatan gratis terhadap masyarakat pra sejahtera saat ini dokterShare telah memiliki tiga unit kapal yang digunakan melayani warga yang sakit dengan dibantu lebih dari 250 orang dari berbagai profesi.
"Saya melakukan operasi dengan tangan, bukan berarti saya tidak memutuhkan kaki dan organ tubuh lainnya," kata dr Lie Dharmawan. Begitu juga dengan orang-orang yang saya libatkan mereka tidak semuanya merupakan tenaga medis tetapi dan dari berbagai jenis profesi seperti ibu rumah tangga hingga wartawan yang terlibat.
Memaksimalkan pelayanan dalam memberikan kesehatan gratis kepada masyarakat seperti yang telah menjadi ide utama "menjemput bola" saat ini Dokter Share tidak hanya memiliki kapal yang menelusuri laut memberikan pelayanan pengobatan cuma-cuma, tetapi saat ini telah memiliki pesawat yang digunakan menghampiri pasien yang ada di pelosok-pelosok yang tidak terjangkau oleh kendaraan dan tentu kapalnya.
Pesawat Dokter Share
Ide Menggunakan pesawat mendatang pasien bermula, saat dr Lie Dharmawan, memberikan pelalayanan di wilayah Indonesia Timur tepatnya papua, dimana saat itu, pasien datang sore hari, sekitar pukul 17.00 Wita. Saat itu dr. Lie Dharmawan, bertanya kok baru datang bukannya diminta datang pagi. Jawaban mengharu pun diterimananya dimana pertanyaan dokter dr. Lie Dharmawan dijawab bahwa pasien-pasien yang baru tiba itu sebenarnya telah meninggalkan rumahnya sejak pukul 04.00 Wita.
Mereka baru tiba karena perjalan yang begitu jauh, sementara mereka ingin mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Dari sinilah dr. Lie Dharmawan terharu dan berusaha agar bisa ada pesawat yang dia gunakan bersama timnya menuju tempat tinggal pasien yang jauh dari jangkauan.
Dengan penuh semangat pesawat yang hanya bisa ditumpangi lima orang saja menuju kewilayah-wilayah pengunung, sementara tim medis lainnya berjalan kaki menempuh jarak dan waktu seharian.
Dari sini sangat jelas bahwa dr. Lie Dharmawan benar-benar ingin melihat semua warga Indonesia sehat dan bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dengan mendatangi pasien bukan pasien yang mendatangi mereka dalam kondisi yang sakit.
EmoticonEmoticon